Interfaith Youth Forum (IYF) telah dilaksanakan pada tahun 2012 di Palembang dan 2013 di Bali. Sedangkan tahun 2014 tuan rumahnya adalah Palangka Raya, kota saya sendiri. Adapun maksud dari kegiatan ini adalah dengan mendatangkan puluhan pemuda-pemudi seluruh Indonesia berkumpul dalam satu forum untuk saling bertukar pengalaman, ide, dan gagasan mengenai isu-isu lintas agama.
Peserta Interfaith Youth Forum 2014 berjumlah 26 orang termasuk saya, peserta yang terseleksi dari berbagai macam latar belakang agama, ras, dan budaya. IYF 2014 mengusung tema "Huma Betang: Merajut Ikatan Kebersamaan dalam Keberagaman".
Huma Betang sendiri adalah sebuah falsafah suku Dayak, huma (rumah) dan betang (panjang), yang juga adalah rumah tradisional suku Dayak yang memiliki bangun memanjang yang di dalamnya dihuni oleh banyak keluarga namun masih hidup damai merajut ikatan kebersamaan dalam keberagaman. Dan ini tidak hanya sekedar falsafah, Huma Betang telah mendarah daging turun ke kehidupan bermasyarakat di sini, terbukti dengan banyaknya rumah ibadah seperti masjid dan gereja yang saling bersebelahan namun umatnya tetap bisa hidup harmonis.
Btw, kebetulan IYF 2014 adalah kegiatan nasional pertama yang saya ikuti. Dan IYF telah saya targetkan untuk ikut serta sejak setahun sebelumnya. Dan nasib baik tuan rumahnya adalah kota sendiri, jadi tak perlu ngeluarin biaya buat ongkos pesawat hehe. Oh iya, dan akhirnya bisa ketemu langsung sama bang Pandu, Agus, dan Obin, setelah selama ini cuma bisa kenal via facebook doang.
IYF 2014 dilaksanakan di LPMP Provinsi Kalimantan Tengah. Saya satu kamar dengan Fransiskus Amos, seorang Kristian berasal dari Universitas Tanjungpura Pontianak.
|
Seminar publik di Aula IAIN Palangka Raya |
Hari pertama diawali dengan perkenalan antar peserta; ada yang dari Yogjakarta, Surabaya, Salatiga, Semarang, Jakarta, Bogor, Malang, Banten, Makassar, Palangka Raya, dan Pontianak, setelah itu dilanjutkan dengan welcoming dinner.
Hari kedua dibuka dengan acara pembukaan dan seminar publik di Aula IAIN Palangka Raya dengan pembicaranya yakni Dr. Marko Mahin (dosen dan antropolog), Shintya Rahmi Utami (Direktur Eksekutif Global Peace Foundation Indonesia), dan Phillip Klotz (Carlo Schmid Fellow UNESCO).
Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan pemahaman toleransi dalam perspektif setiap agama; Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, dan Budha. Pada malamnya dilanjutkan dengan pengenalan fishbowl dialog dan decalogue dialog serta langkah-langkah membuat action plan. Sebuah teknik dialog antar agama yang disusun dua lingkaran, lingakaran dalam melakukan dialog, dan lingkaran luar mendengarkan. Sedangkan decalogue dialog adalah formula berdialog yang dibuat oleh Prof. Leonard Swidler dari Dialogue Institute dengan 10 peraturannya.
Oh iya, di sela-sela sesi dan coffee break, kami selalu dihibur oleh tarian unik bernama waga-waga yang dipimpin oleh kak Maya Rumpe dari Universitas Lambung Mangkurat. Penuh tawa.
|
Fishbowl dialogue |
Hari ketiga diawali dengan sesi How to be a leader? dengan pemateri Rebecca Mays, Direktur Eksekutif Dialogue Institute via Skype. Kemudian berlanjut dengan aplikasi fishbowl dialog dan decalogue dialog. Dan saat itu sesi saya membahas tentang penghapusan kolom agama di KTP. Malam harinya, penampilan drama dan sesi Heart to Heart. Di sesi HtH ini diharapkan kita saling mempercayai satu sama lain dan bisa mengambil pelajaran dari kisah orang lain
Hari keempat dibuka dengan main unity ball. Lanjut dengan tur ke rumah-rumah ibadah, yakni GKE Immanuel, Masjid Nurul Iman, Balai Basara, Pura Pitamaha, Katedral Santa Maria, Vihara Avalokitesvara, dan Bukit Karmel. Pengalaman yang baru bisa masuk ke rumah peribadahan agama lain dan bisa berdialog bersama dengan pemuka agamanya. Serta tur ke objek wisata Palangka Raya, yakni tempat penangkaran orang utan Nyaru Menteng, Monumen Soekarno, dan Jembatan Kahayan. Dan tur ditutup dengan service project ke panti asuhan Al-Mim.
Malamnya adalah presentasi action plan, yang mana diharapkan setelah kegiatan ini para peserta bisa mengaplikasikannya di regional masing-masing. IYF 2014 pun ditutup dengan pembagian sertifikat dan pengumuman peserta terbaik, cowonya si Indra dari Universitas Tanjungpura, cewenya Sisi dari STAKN Palangka Raya.
Pluralisme dan toleransi beragama tidak semata menunjukkan pada kenyataan tentang kemajemukkan. Namun, yang dimaksud disini adalah keterlibatan aktif terhadap kenyataan kemajemukkan tersebut. Dan ketika ada tindakan tidak arif dari seseorang atau sekelompok orang yang mengatasnamakan agama, sebenarnya itu bukan ajaran agamanya melainkan kesalahpahaman mengartikan ajaran agamanya. Peace.
|
Delegasi IYF 2014 di Pura Pitamaha |